Fenomena kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak saat ini telah menjadi masalah sosial yang serius yang terjadi di tengah masyarakat khususnya di Kabupaten Tasikmalaya. Hal tersebut terungkap dalam acara Rapat Koordinasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2017 yang berlangsung di Rumah Makan saung Singaparna 2 Cintaraja Singaparna, Selasa (11/4/17).
Acara tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Tasikmalaya H.Wawan R Efendi, SE.,MM., diikuti oleh 40 undangan yang terdiri dari unsur SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Puskesmas, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Kementerian Agama, Kepolisian, dan unsur perwakilan organisasi kemasyarakatan. Dalam sambutannya Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Tasikmalaya, mengatakan, upaya untuk lebih meningkatkan koordinasi dan sinergi program lintas sektoral dalam upaya penanganan dan pemberdayaan terhadap perempuan dan anak korban tindak kekerasan khususnya yang berada di Kabupaten Tasikmalaya agar mengoptimalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan di Kabupaten Tasikmalaya . “ SPM merupakan tolak ukur kinerja pemerintah dalam memberikan penanganan terhadap perempuan dan anak korban tindak kekerasan lebih terarah, lebih terinci dan lebih baik” ujarnya.
Menanggapi kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak, Kepala Dinas mengatakan, untuk lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral sebagai kunci keberhasilan P2TP2A dan meningkatkan kemampuan pengelolaan P2TP2A. Selanjutnya Kepala Bidang Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tasikmalaya Yayah Wahyuningsih menjelaskan, korban kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak diketahui dari laporan yang diterima dari masyarakat, tetapi ia menyayangkan dengan banyaknya masyarakat yang enggan melaporkan kejadian dengan alasan malu. “Tahun ini sudah 20 laporan tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak yang kami terima, tetapi banyak masyarakat yang takut melapor karena khawatir menjadi aib keluarga di tengah lingkungannya,” imbuhnya.
Menurutnya, P2TP2A harus lebih intensif melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar sikap tidak mau melapor dari masyarakat dapat diatasi sehingga penanganannya dapat cepat dilakukan. Dalam sesi diskusi, terungkap berbagai persolaan yang selama ini menghambat penanganan korban kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak, antara lain kasus human trafficking yang belum banyak diketahui karena belum adanya laporan dari masyarakat. Menanggapi hal tersebut P2TP2A akan segera menindaklanjuti agar tidak menjadi masalah serius.